Pengertian
Konsumen
Pengertian konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Pengertian konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Menurut pengertian Pasal 1 angka
2 UU PK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,, orang
lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”
Sedangkan dalam bagian
penjelasan disebutkan “Di dalam kepustakaan ekonomi dikenal konsumen akhir dan
konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu
produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk
sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Pengertian konsumen
dalam undang-undang ini adalah konsumen akhir”.
Dari
ketentuan dalam undang-undang tersebut secara tersurat nampaknya hanya menitik
beratkan pada pengertian konsumen sebagai konsumen akhir yang mana hal tersebut
bukan merupakan objek pembahasan dalam tulisan ini. Namun secara tersirat juga
mengandung pengertian konsumen dalam arti luas. Hal tersebut nampak pada
penggunakan kata “pemakai”. Istilah “pemakai” dalam hal ini tepat digunakan
dalam rumusan konsumen untuk mendukung pengertian konsumen akhir, namun
sekaligus juga menunjukkan bahwa barang dan/jasaa yang dipakai tidak serta
merta hasil dari suatu transaksi jual beli. Artinya sebagai konsumen tidak
selalu harus memberikan prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh
barang dan/jasa tersebut. Dengan kata lain dasar hubungan hukum antara konsumen
dan pelaku usaha tidak perlu harus kontraktual ((the privity of contract).
·
Konsumsi,dari bahasa
Belanda consumptie, ialah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi
atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk
memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung. Konsumen adalah setiap orang
pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan. Jika tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual
kembali (Jawa: kulakan), maka dia disebut pengecer atau distributor. Pada masa
sekarang ini bukan suatu rahasia lagi bahwa sebenarnya konsumen adalah raja
sebenarnya, oleh karena itu produsen yang memiliki prinsip holistic marketing
sudah seharusnya memperhatikan semua yang menjadi hak-hak konsumen
·
Konsumtif
Kata “konsumtif” (sebagai kata sifat; lihat akhiran –if) sering diartikan sama dengan kata “konsumerisme”. Padahal kata yang terakhir ini mengacu pada segala sesuatu yang berhubungan dengan konsumen. Sedangkan konsumtif lebih khusus menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal.
Kata “konsumtif” (sebagai kata sifat; lihat akhiran –if) sering diartikan sama dengan kata “konsumerisme”. Padahal kata yang terakhir ini mengacu pada segala sesuatu yang berhubungan dengan konsumen. Sedangkan konsumtif lebih khusus menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal.
·
Konsumerisme
Konsumerisme adalah suatu gerakan sosial yang dilakukan oleh berbagai pihak yang bertujuan untuk meningkatkan posisi konsumen dalam berinteraksi dengan pihak penjual, baik sebelum, pada saat, dan setelah konsumsi dilakukan.
Konsumerisme adalah suatu gerakan sosial yang dilakukan oleh berbagai pihak yang bertujuan untuk meningkatkan posisi konsumen dalam berinteraksi dengan pihak penjual, baik sebelum, pada saat, dan setelah konsumsi dilakukan.
Berikut
ini adalah pengertian konsumen menurut para ahli :
WIRA SUTEJA
Konsumen
adalah orang paling penting yang datang ke kantor kita, maupun lewat surat
Konsumen adalah orang yang memberitahukan kepada kita tentang keinginannya, dan adalah tugas kita untuk menangani kehendaknya dengan jalan menguntungkan kedua belah pihak
Konsumen adalah orang yang menciptakan pandangan tentang perusahaan kita, tentang baik atau buruk pelayanan kita.Konsumen adalah penyampai berita terbaik apabila mereka puas dengan apa yang kita berikan
Konsumen adalah orang yang memberitahukan kepada kita tentang keinginannya, dan adalah tugas kita untuk menangani kehendaknya dengan jalan menguntungkan kedua belah pihak
Konsumen adalah orang yang menciptakan pandangan tentang perusahaan kita, tentang baik atau buruk pelayanan kita.Konsumen adalah penyampai berita terbaik apabila mereka puas dengan apa yang kita berikan
TRI KUNAWANGSIH & ANTO PRACOYO
Konsumen
adalah mereka yang memiliki daya beli, yakni berupa pendapatan dan melakukan
permintaan terhadap barang dan jasa
ARYA MAHEKA
Konsumen
ialah pemakai barang atau jasa, pengguna akhir dari suatu produk
DJOKO SANTOSO MOELJONO
Konsumen
adalah seseorang yang secara terus menerus dan berulang kali datang ke suatu
tempat yang sama, untuk memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu produk,
atau mendapatkan suatu jasa, dan membayar produk atau jasa tersebut
Sedangkan,Pengertian
Konsumen Menurut UU Perlindungan Konsumen sesungguhnya dapat terbagi dalam
tiga bagian, terdiri atas:
·
Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai,
pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa untuk tujuan tertentu.
·
Konsumen antara, yaitu pemakai, pengguna
dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa untuk diproduksi (produsen) menjadi
barang /jasa lain atau untuk memperdagangkannya (distributor), dengan tujuan
komersial. Konsumen antara ini sama dengan pelaku usaha; dan
·
Konsumen akhir, yaitu pemakai, pengguna
dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa konsumen untuk memenuhi kebutuhan diri
sendiri, keluarga atau rumah tangganya dan tidak untuk diperdagangkan kembali.
Konsumen (akhir)
inilah yang dengan jelas diatur perlindungannya dalam UU Perlindungan
Konsumen tersebut. Selanjutnya apabila digunakan istilah konsumen dalam UU
dan makalah ini, yang dimaksudkan adalah konsumen akhir. Undang-undang ini
mendefinisikan konsumen (pasal 1 angka 2) sebagai berikut:
Setiap
orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan.”
Orang
yang dimaksudkan dalam undang-undang ini wajiblah merupakan orang alami dan
bukan badan hukum. Sebab yang dapat memakai, menggunakan dan/atau memanfaatkan
barang dan/atau jasa untuk memenuhi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain, maupun mahkluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan, hanyalah orang
alami atau manusia. Bandingkan dengan kerajaan Belanda yang juga memberikan
pengertian pada istilah bersamaan (konsument). Pengertian
konsumen dalam perundang-undangan Belanda menegaskannya sebagai “een
natuurlijk persoon die niet handelt in de uitoefening van zijn beroep of
bedriif” (orang alami yang bertindak tidak dalam profesi atau usahanya).
Termasuk pengertian
konsumen pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat ini antara lain adalah: pembeli
barang/jasa, termasuk keluarga dan tamu-tamunya, peminjam, penukar, pelanggan
atau nasabah, pasien dsb. (perhatikan beda pengetian istilah-istilah ini dalam
UU perlindungan konsumen dengan dalam KUHPerdata, KUHPidana., UU No. 5 Tahun
1999 dan peraturan perundang-undangan lain yang bersifat umum).
Ada
dua cara untuk memperoleh barang, yakni:
·
Membeli. Bagi orang yang memperoleh
suatu barang dengan cara membeli, tentu ia terlibat dengan suatu perjanjian
dengan pelaku usaha, dan konsumen memperoleh perlindungan hukum melalui
perjanjian tersebut.
·
Cara lain selain membeli,
yakni hadiah, hibah dan warisan. Untuk cara yang kedua ini, konsumen tidak
terlibat dalam suatu hubungan kontraktual dengan pelaku usaha. Sehingga
konsumen tidak mendapatkan perlindungan hukum dari suatu perjanjian. Untuk itu
diperlukan perlindungan dari negara dalam bentuk peraturan yang melindungi
keberadaan konsumen, dalam hal ini UU Perlindungan Konsumen.
Syarat-syarat Konsumen
Menurut UU Perlindungan Konsumen adalah:
·
Pemakai barang dan/atau jasa, baik
memperolehnya melalui pembelian maupun secara cuma-cuma
·
Pemakaian barang dan/atau jasa untuk
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain dan makhluk hidup lain.
·
Tidak untuk diperdagangkan
Asas
perlindungan konsumen
asas-asas
yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 2 UU PK adalah:
·
Asas manfaat
Asas
ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak
ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua
belah pihak harus memperoleh hak-haknya. Mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya
bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
·
Asas keadilan
Penerapan
asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak
dan kewajiban konsumen
serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat
memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang. Partisipasi
seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan
kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan
kewajibannya secara adil,
·
Asas keseimbangan
Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan
konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat
terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi. Memberikan
keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam
arti materiil ataupun spiritual,
·
Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan
atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan
pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
·
Asas kepastian hukum
Dimaksudkan agar baik konsumen
dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Menurut
Pasal 3 UUPK perlindungan konsumen bertujuan :
a. Meningkatkan
kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
b. Mengangkat harkat
dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian
barang dan/atau jasa
c. Meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai
konsumen
d. Menciptakan sistem
perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan
informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
e. Menumbuhkan
kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga
tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
f. Meningkatkan
kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang
dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Manfaat Perlindungan
Konsumen adalah :
a. Balancing Position
Perlindungan
konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberikan perlindungan kepada konsumen. Dengan diterapkan perlindungan
konsumen di Indonesia diharapkan kedudukan konsumen yang tadinya cenderung
menjadi sasaran pelaku usaha untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya
menjadi subyek yang sejajar dengan pelaku usaha. Dengan posisi konsumen yang
demikian maka akan tercipta kondisi pasar yang sehat dan saling menguntungkan
bagi konsumen karena dapat menikmati produk-produk yang berkualitas dan bagi
produsen karena tetap mendapatkan kepercayaan pasar yang tentunya akan
mendukung kelangsungan usahanya di masa mendatang.
b.
Memberdayakan Konsumen
Faktor
utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan
hak-haknya yang masih rendah, sehingga perlu adanya upaya pemberdayaan. Proses
pemberdayaan harus dilakukan secara integral baik melibatkan peran aktif dari
pemerintah, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat maupun dari
kemampuanmasyarakat sebagai konsumen untuk lebih mengetahui hak-haknya. Jika
kesadaran konsumen akan hak-haknya semakin baik maka konsumen dapat ditempatkan
pada posisi yang sejajar yaitu sebagai pasangan yang saling membutuhkan dan
menguntungkan.
c.
Meningkatkan Profesionalisme Pelaku Usaha
Perkembangan
dunia industrialisasi dan kesadaran konsumen yang semakin baik menuntut pelaku
usaha untuk lebih baik dalam menjalankan usahanya secara profesional. Hal itu
harus dijalankan dalam keseluruhan proses produksi. Pelaku usaha juga harus
mengubah orientasi usahanya yang selama ini cenderung untuk mendapatkan
keuntungan jangka pendek dengan memperdaya konsumen sehingga dalam jangka
panjang hal tersebut akan mematikan usahanya. Selain itu pelaku usaha dalam
menjalankan usahanya harus memperhatikan kejujuran, keadilan serta etika dalam
menjalankan usahanya. Semua itu dilakukan agar pelaku usaha dapat tetap eksis
dalam menjalankan usahanya.
Hak
dan Kewajiban Konsumen
Menurut
Janus Sidabalok dalam bukunya “Hukum Perlindungan Konsumen
diIndonesia” menyebutkan
bahwa ada tiga macam hak berdasarkan sumber pemenuhannya, yakni:
·
Hak manusia karena kodratnya, yakni hak
yang kita peroleh begitu kita lahir, seperti hak untuk hidup dan hak untuk
bernapas. Hak ini tidak boleh diganggu gugat oleh negara, dan bahkan negara
wajib menjamin pemenuhannya.
·
Hak yang lahir dari hukum, Yaitu hak
yang diberikan oleh negara kepada warga negaranya. Hak ini juga disebut sebagai
hak hukum. Contohnya hak untuk memberi suara
dalam Pemilu.
·
Hak yang lahir dari hubungan
kontraktual. Hak ini didasarkan pada perjanjian/kontrak antara orang yang satu
dengan orang yang lain. Contohnya pada peristiwa jual beli. Hak pembeli adalah menerimabarang.
Sedangkan hak penjual adalah menerima uang.
·
Hak atas kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
Tujuan utama konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa adalah
memperoleh manfaat dari
barang/jasa yang dikonsumsinya tersebut.
·
Hak untuk memilih barang dan/atau jasa
serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar
dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
·
Hak atas informasi yang benar, jelas,
dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Sebelum memilih, konsumen tentu harus
memperoleh informasi yang benar mengenai barang/jasa yang akan dikonsumsinya.
Karena informasi inilah yang akan menjadi landasan bagi konsumen dalam memilih.
Untuk itu sangat diharapkan agar pelaku usaha memberikan informasi yang benar,
jelas dan jujur mengenai barang/jasanya.
·
Hak untuk didengar pendapat dan
keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. Tidak jarang konsumen
memperoleh kerugian dalam mengkonsumsi suatu barang/jasa.
·
Hak untuk
mendapatkan advokasi, perlindungan,
dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara
patut. Pelaku
usaha tentu sangat memahami mengenai barang/jasanya
·
Hak untuk mendapat pembinaan dan
pendidikan konsumen. Sudah disebutkan sebelumnya bahwa posisi konsumen lebih
lemah dibanding posisi pelaku usaha.
·
Hak untuk diperlakukan atau dilayani
secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif. Sudah merupakan hak asasi manusia untuk diperlakukan sama.
Pelaku usaha harus memberikan pelayanan yang sama kepada semua konsumennya,
tanpa memandang perbedaan idiologi, agama, suku, kekayaan,
maupun status sosial.
·
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti
rugi, dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Inilah inti dari
hukum perlindungan
konsumen.
·
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan
perundang-undangan lainnya. Hak konsumen sebenarnya sangat banyak dan bisa terus
bertambah. Adanya ketentuan ini membuka peluang bagi pemerintah untuk
menjamin pemenuhan hak konsumen yang tidak diatur pada ketentuan diatas.
Adapun
Kewajiban konsumen menurut Pasal 5
Undang-undang perlindungan konsumen adalah:
·
Membaca atau mengikuti petunjuk
informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa,
demi keamanandan keselamatan.
pemakaian yang telah disediakan oleh pelaku usaha.
·
Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian
barang dan/atau jasa Tak jarang pula konsumen tidak beritikad baik dalam
bertransaksi atau mengkonsumsi barang. Hal ini tentu saja akan merugikan
khalayak umum, dan secara tidak langsung si konsumen telah merampas hak-hak
orang lain.
·
Membayar sesuai dengan nilai tukar
yang disepakati. Ketentuan ini sudah jelas, ada uang, ada barang.
·
Mengikuti upaya penyelesaian hukum
sengketa perlindungan konsumen secara patut. Seperti yang telah diuraikan
sebelumnya, patut diartikan sebagai tidak berat sebelah dan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Hak dan
Kewajiban Pelaku usaha
Hak
pelaku usaha diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, adalah :
·
hak untuk menerima pembayaran
yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
·
hak untuk rehabilitasi nama baik apabila
terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan;
·
hak-hak yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya.
Sedangkan
kewajiban pelaku usaha menurut
ketentuan Pasal 7 adalah:
·
beritikad baik dalam melakukan kegiatan
usahanya;
·
memberikan informasi yang benar, jelas
dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
·
memperlakukan atau melayani konsumen
secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
·
menjamin mutu barang dan/atau jasa yang
diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang
dan/atau jasa yang berlaku;
·
memberi kesempatan kepada konsumen untuk
menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan
dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
·
memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan;
·
memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak
sesuai dengan perjanjian.
Perbuatan
yang dilarang bagi pelaku usaha
Ketentuan mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalam Pasal 8 – 17 UU PK. Ketentuan-ketentuan ini kemudian dapat dibagi kedalam 3 kelompok, yakni:
Ketentuan mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalam Pasal 8 – 17 UU PK. Ketentuan-ketentuan ini kemudian dapat dibagi kedalam 3 kelompok, yakni:
·
larangan bagi pelaku usaha dalam
kegiatan pemasaran (Pasal 9 – 16)
·
larangan bagi pelaku usaha periklanan
(Pasal 17)
Pembahasan
yang pertama ialah larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi. Ada
10 larangan bagi pelaku usaha sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU PK,
yakni pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
·
tidak sesuai dengan berat bersih, isi
bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam
label atau etiket barang tersebut;
·
tidak sesuai dengan ukuran, takaran,
timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
·
tidak sesuai dengan kondisi, jaminan,
keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau
keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
·
tidak sesuai dengan mutu, tingkatan,
komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana
dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
·
tidak sesuai dengan janji yang
dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan
barang dan/atau jasa tersebut;
·
tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa
atau jangka waktupenggunaan/pemanfaatan
yang paling baik atas
barang tertentu;
·
tidak mengikuti ketentuan berproduksi
secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label;
·
tidak memasang label atau membuat
penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto,
komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat
pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan
harus di pasang/dibuat;
·
tidak mencantumkan informasi dan/atau
petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Tiap
bidang usaha diatur oleh ketentuan tersendiri. Misalnya kegiatan usaha di
bidang makanan dan
minuman tunduk pada UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Tak jarang pula, tiap
daerah memiliki pengaturan yang lebih spesifik yang diatur melalui Peraturan
Daerah. Selain tunduk pada ketentuan yang berlaku, pelaku usaha juga wajib
memiliki itikad
baik dalam
berusaha. Segala janji-janji yang disampaikan kepada konsumen,
baik melalui label, etiket maupun iklan harus dipenuhi.
Selain itu, ayat (2)
dan (3) juga memberikan larangan sebagai berikut:
(2)
Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan
tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang
dimaksud.
(3)
Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak,
cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar.
Selanjutnya
mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku
usaha dalam kegiatan pemasaran. Ketentuan ini diatur
di Pasal 9 – 16. Pada Pasal 9 pelaku usaha dilarang :
·
menawarkan,mempromosikan, mengiklan-kan
suatu barang dan/atau jasa secara
tidak benar, dan/atau seolah-olah:barang tersebut telah memenuhi dan/atau
memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode
tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
·
barang dan/atau jasa tersebut telah
mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu,
keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;
barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
·
barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
·
barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
·
barang tersebut merupakan kelengkapan
dari barang tertentu;
·
barang tersebut berasal dari daerah
tertentu;
·
secara langsung atau tidak langsung
merendahkan barang dan/atau jasa lain;
·
risiko atau efek sampingan tanpa
keterangan yang lengkap;
Lalu pada ayat (2) dan
(3) ditentukan bahwa:
(2)
Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk
diperdagangkan.
(3)
Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dilarang melanjutkan
penawaran, promosi,
dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut.
Kemudian
pada Pasal 10 ditentukan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau
jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan,
mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan
mengenai:
·
harga atau tarif suatu barang dan/atau
jasa;
·
kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
·
bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.
Ancaman
Pidana Bagi Pelaku Usaha yang Membuat Iklan Menyesatkan
Menurut Pasal
4 huruf h UU
No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen(“UUPK”),konsumen
berhak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya. Juga sudah menjadi kewajiban pelaku
usaha untuk memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian
apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai
dengan perjanjian (Pasal 7 huruf g UUPK).
Selanjutnya,
disebutkan dalam Pasal 8 ayat (1) huruf f UUPK bahwa pelaku
usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa
yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.
Hal
senada diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UUPK bahwapelaku usaha
dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa
secara tidak benar. Lebih jauh, dalam menawarkan barang dan/atau jasa ini,
pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat
pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai(Pasal 10 UUPK):
·
harga atau tarif suatu barang dan/atau
jasa;
·
kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
·
kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau
ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
·
tawaran potongan harga atau hadiah
menarik yang ditawarkan;
·
bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.
Jika
pelaku usaha melanggar ketentuan-ketentuan tersebut di atas, ada ancaman pidana
yang dapat dikenakan yakni dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah) (Pasal 62 ayat [1] UUPK).
Pada
dasarnya, yang dipidana jika terbukti melanggar ketentuan-ketentuan tersebut di
atas adalah pelaku usaha. Memang dimungkinkan dalam praktik, pelaku usaha
menggunakan jasa orang lain untuk menyebarkan brosur. Jika pelaku usaha
kemudian menggunakan jasa orang lain untuk menyebarkan brosur tersebut, tetap
pelaku usahalah yang harus bertanggung jawab sebagai pihak yang memperdagangkan
barang dan/atau jasa dan mengiklankannya secara tidak benar.
Jadi,
jika seorang pelaku usaha mengiklankan produknya (barang/jasa) secara tidak
benar yang kemudian menimbulkan kerugian bagi konsumen karena barang dan/atau
jasanya tidak sesuai dengan yang diiklankan, perbuatan tersebut termasuk tindak
pidana dan dapat dipidana berdasarkanPasal 62 ayat (1) UUPK.
Bentuk-Bentuk
Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Bentuk-bentuk
tanggung jawab pelaku usaha dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun1999 tentang
Perlindungan Konsumen, antara lain :
·
Contractual liability,
yaitu tanggung jawab
perdata atas dasar perjanjian atau kontrak dari pelaku usahaatas kerugian yang
dialami konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasayang dihasilkan atau
memanfaatkan jasa yang diberikannya. tanggung jawabnya adalah melalui
contractual
·
Product liability,
yaitu tanggung jawab
perdata terhadap produk secara langsung dari pelaku usaha atas kerugian yang
dialami konsumen akibat menggunakan produk yang dihasilkan.Pertanggungjawaban
produk tersebut didasarkan pada Perbuatan Melawan Hukum(tortius liability).
·
Professional liability,
Dalam hal terdapat
perjanjian (privity contract ) antara pelaku usaha dengankonsumen,
dimana prestasi pelaku usaha dalam hal ini sebagai pemberi jasa
tidak terukur sehingga merupakan perjanjian ikhtiar yang didasarkan pada
iktikad baik,tanggung jawab pelaku usaha didasarkan pada pertanggungjawaban
profesional inimenggunakan tanggung jawab langsung (strict liability) dari
pelaku usaha ataskerugian yang dialami konsumen akibat memanfaatkan atau
menggunakan jasa yangdiberikanya. Sebaliknya ketika hubungan perjanjian
( privity of contract ) tersebutmerupakan prestasi yang
terukur sehingga merupakan hasil
perjanjian,tanggung jawab pelaku usaha didasarkan pada pertanggungjawaban profesional yang
menggunakan tanggung jawab perdata atas perjanjian/kontrak (contractual
liability)dari pelaku usaha sebagai pengelola program investasi apabila timbul
kerugian yangdialami konsumen sebagai akibat memanfaatkan atau menggunakan jasa
yangdiberikan.
·
Criminal liability,
yaitu
pertanggungjawaban pidana dari pelaku usaha sebagai hubungan antara pelakuusaha
dengan negara. Dalam hal pembuktian, yang dipakai adalah pembuktian terbalik
seperti yang diatur dalam Pasal 22 Undang- Undang PerlindunganKonsumen, yang
menyatakan bahwa pembuktian terhadap ada atau tidaknya unsurkesalahan dalam
kasus pidana, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen, yaitu kerusakan, pencemaran dan/atau kerugianyang dialami konsumen
merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha, tanpamenutup kemungkinan dalam
melakukan pembuktian.
Sanksi pelaku usaha
Dalam
pasal 62 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut telah
diatur tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Pelaku usaha
diantaranya sebagai berikut : 1) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dan milyard
rupiah) terhadap : pelaku usaha yang memproduksi atau memperdagangkan barang
yang tidak sesuai dengan berat, jumlah, ukuran, takaran, jaminan, keistimewaan,
kemanjuran, komposisi, mutu sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau
keterangan tentang barang tersebut ( pasal 8 ayat 1 ), pelaku usaha yang tidak
mencantumkan tanggal kadaluwarsa ( pasal 8 ayat 1 ), memperdagangkan barang
rusak, cacat, atau tercemar ( pasal 8 ayat 2 ), pelaku usaha yang mencantumkan
klausula baku bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang
dibeli konsumen di dalam dokumen dan/atau perjanjian. ( pasal 18 ayat 1 huruf b
) 2) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda
paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) terhadap : pelaku
usaha yang melakukan penjualan secara obral dengan mengelabuhi / menyesatkan
konsumen dengan menaikkan harga atau tarif barang sebelum melakukan obral,
pelaku usaha yang menawarkan barang melalui pesanan yang tidak menepati pesanan
atau waktu yang telah diperjanjikan, pelaku usaha periklanan yang memproduksi
iklan yang tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang/jasa.
Klausula baku yang dilarang menurut undang-undang
Klausula baku yang dilarang menurut undang-undang
Undang-Undang
No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menetapkan bahwa Klausula Baku
yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian dilarang bagi pelaku
usaha, apabila dalam pencantumannya mengadung unsur-unsur atau pernyataan
sebagai berikut :
·
Pengalihan tanggungjawab dari pelaku
usaha kepada konsumen;
·
Pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali barang yang dibeli konsumen;
· Pelaku usaha berhak menolak penyerahan uang
yang dibayarkan atas barang atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
· Pemberian kuasa dari konsumen kepada
pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala
tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli secara angsuran;
· Mengatur perihal pembuktian atas
hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen;
· Memberi hak kepada pelaku usaha untuk
mengurangi manfaat jasa atau mengurangi hartakekayaan konsumen yang menjadi
obyek jual beli jasa;
· Tunduknya konsumen kepada peraturan yang
berupa aturan baru, tambahan atau lanjutan dan atau pengubahan lanjutan yang
dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa
yang dibelinya;
·
Konsumen memberi kuasa kepada pelaku
usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, hak jaminan terhadap barang
yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
Contoh
Kasus :
Detik.com
Jakarta - Gara-gara uang muka Rp 40 juta ditilep sales stand pameran mobil KIA, konsumen pun merasa dikecewakan. Atas hal itu, konsumen pun menggugat KIA dan dikabulkan.
Dalam salinan keputusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Provinsi DKI Jakarta yang didapat detikcom, Kamis (12/6/2014), kasus ini bermula ketika Yofither Lumban Tobing, sedang melihat pameran mobil KIA pada Juli 2012 di Mall Lipo Cikarang, Jawa Barat. Dia lalu kepincut dengan mobil KIA Rio.
Sebagai konsumen yang baik, Yofither membayar uang Dwon Payment (DP) sebesar Rp 3 juta di lokasi pameran kepada salesman mobil KIA, Budi Eka Permana. Pada pertemuan kedua, Yofither kembali menyerahkan uang DP sebesar Rp 37 juta kepada sales yang sama.
Setelah menunggu berbulan-bulan ternyata mobil idaman Yofither tak kunjung datang. Alih-alih berharap mendapat kepastian, Yofither malah mendapat surat penolakan dari KIA pada September 2012. Surat itu menyatakan Yofither tidak bisa membeli mobil tersebut karena ada masalah.
Sang sales berjanji akan mengembalikan Rp 40 juta milik Yofither pada akhir September 2012. Tapi apa daya uang tersebut tak kunjung datang. Yofither pun mengambil langkah hukum dengan mengajukan gugatan ke BPSK pada Juni 2013. Dia menggugat PT KIA Mobil Indonesia dan PT KIA Mobil Indonesia Cabang Bekasi masing-masing sebagai Tergugat I dan Tergugat II. Gugatan itu dilayangkan karena menurut Yofither uang yang hilang Rp 40 juta itu merupakan tanggung jawab dealer.
Yofither pun mendapat angin segar pada 13 Mei 2014. BPSK memutuskan PT KIA Mobil Indonesia dan PT KIA Mobil Indonesia Cabang Bekasi bersalah dan turut bertanggung jawab atas hilangnya uang Rp 40 juta milik Yofither.
"Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk mengembalikan uang muka mobil sebesar Rp 40 juta," putus majelis BPSK.
Putusan itu diketok oleh Parulian Tambunan sebagai ketua majelis serta dibantu Aman Sinaga dan Edison B Sianipar selaku anggota majelis.
Detik.com
Jakarta - Gara-gara uang muka Rp 40 juta ditilep sales stand pameran mobil KIA, konsumen pun merasa dikecewakan. Atas hal itu, konsumen pun menggugat KIA dan dikabulkan.
Dalam salinan keputusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Provinsi DKI Jakarta yang didapat detikcom, Kamis (12/6/2014), kasus ini bermula ketika Yofither Lumban Tobing, sedang melihat pameran mobil KIA pada Juli 2012 di Mall Lipo Cikarang, Jawa Barat. Dia lalu kepincut dengan mobil KIA Rio.
Sebagai konsumen yang baik, Yofither membayar uang Dwon Payment (DP) sebesar Rp 3 juta di lokasi pameran kepada salesman mobil KIA, Budi Eka Permana. Pada pertemuan kedua, Yofither kembali menyerahkan uang DP sebesar Rp 37 juta kepada sales yang sama.
Setelah menunggu berbulan-bulan ternyata mobil idaman Yofither tak kunjung datang. Alih-alih berharap mendapat kepastian, Yofither malah mendapat surat penolakan dari KIA pada September 2012. Surat itu menyatakan Yofither tidak bisa membeli mobil tersebut karena ada masalah.
Sang sales berjanji akan mengembalikan Rp 40 juta milik Yofither pada akhir September 2012. Tapi apa daya uang tersebut tak kunjung datang. Yofither pun mengambil langkah hukum dengan mengajukan gugatan ke BPSK pada Juni 2013. Dia menggugat PT KIA Mobil Indonesia dan PT KIA Mobil Indonesia Cabang Bekasi masing-masing sebagai Tergugat I dan Tergugat II. Gugatan itu dilayangkan karena menurut Yofither uang yang hilang Rp 40 juta itu merupakan tanggung jawab dealer.
Yofither pun mendapat angin segar pada 13 Mei 2014. BPSK memutuskan PT KIA Mobil Indonesia dan PT KIA Mobil Indonesia Cabang Bekasi bersalah dan turut bertanggung jawab atas hilangnya uang Rp 40 juta milik Yofither.
"Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk mengembalikan uang muka mobil sebesar Rp 40 juta," putus majelis BPSK.
Putusan itu diketok oleh Parulian Tambunan sebagai ketua majelis serta dibantu Aman Sinaga dan Edison B Sianipar selaku anggota majelis.
Catatan : Bagi teman-teman yang ingin meng-copy paste tulisan diatas,silahkan mencantumkan sumber yang tertera di bawah ini,terima kasih.
Sumber :
Wikipedia Bahasa Indonesia : Pengertian Konsumen
www.wibowotunardy.com : Asas dan Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen
yanhasiholan.wordpress.com : Perlindungan Konsumen
repository.usu.ac.id : Tinjauan tentang Perlindungan Konsumen (Universitas Sumatera Utara)
www.wibowotunardy.com : Hak dan Kewajiban Konsumen bag 1 & 2
www.ylki.or.id : Hak dan Kewajiban Konsumen
soemali.dosen.narotama.ac.id : Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
www.wibowotunardy.com : Perbuatan yang dilarang bagi Pelaku Usaha
www.hukumonline.com : Ancaman Pidana bagi Pelaku Usaha yang Membuat Iklan Menyesatkan
id.scribd.com : Pertanggungjawaban Hukum Pelaku Usaha dalam Hukum Perlindungan Konsumen(Makalah Universitas Pelita Harapan Surabaya)
www.wibowotunardy.com : Asas dan Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen
yanhasiholan.wordpress.com : Perlindungan Konsumen
repository.usu.ac.id : Tinjauan tentang Perlindungan Konsumen (Universitas Sumatera Utara)
www.wibowotunardy.com : Hak dan Kewajiban Konsumen bag 1 & 2
www.ylki.or.id : Hak dan Kewajiban Konsumen
soemali.dosen.narotama.ac.id : Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
www.wibowotunardy.com : Perbuatan yang dilarang bagi Pelaku Usaha
www.hukumonline.com : Ancaman Pidana bagi Pelaku Usaha yang Membuat Iklan Menyesatkan
id.scribd.com : Pertanggungjawaban Hukum Pelaku Usaha dalam Hukum Perlindungan Konsumen(Makalah Universitas Pelita Harapan Surabaya)
www.kantorhukum-lhs.com : Sanksi Pidana Undang-undang Perlindungan Konsumen
news.detik.com : Uang Ditilep Sales Pameran,KIA Mobil Dihukum Kembalikan DP Calon Pembeli
news.detik.com : Uang Ditilep Sales Pameran,KIA Mobil Dihukum Kembalikan DP Calon Pembeli
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapushalo, pengertian konsumerisme sumbernya yang mana ya?
BalasHapus