Rabu, 14 November 2012

Maskapai Penerbangan berbasis LCC(Low Cost Carrier)


Dengan tumbuhnya perekonomian Indonesia, masyarakat kelas menengah kini banyak yang memanfaatkan jasa angkutan penerbangan untuk berlibur. Oleh Sebab itu, bisnis penerbangan menjadi trend saat ini.

Menurut Sekretaris Jenderal Indonesia National Air Carrier Association (INACA), Tengku Burhanuddin menjelaskan saat ini bisnis penerbangan low cost carrier (LCC) masih menjadi favorit masyarakat kelas menengah untuk berpergian.
Tiap tahun, semua maskapai penerbangan yang memiliki LCC, telah meningkat pemakaian jasanya.Kebutuhan perusahaan penerbangan LCC di tiap tahun juga mengalami peningkatan.Dengan bertumbuhnya LCC, tingkat pertumbuhan bisnis penerbangan dengan layanan full service juga ikut naik. Istilah Penerbangan “low cost” atau sering disebut LCC (Low Cost Carrier)merupakan model penerbangan dengan strategi penurunan operating cost. Dengan melakukan efisiensi cost di semua lini, maskapai melakukan hal-hal diluar kebiasaan maskapai pada umumnya,
Berikut merupakan pebedaan Maskapai Penerbangan Biasa dan Maskapai Penerbangan LCC
(Low Cost Carrier):


  • Maskapai penerbangan pada umumnya melakukan penambahan layanan yang memiliki value added dengan penambahan catering, penyediaan newspaper atau magazine, in flight entertainment, in flight shop, lounge, free taxy after landing, exclusive frequent flier services, dan lain sebagainya.


  • Sedangkan,Maskapai Penerbangan LCC( Low Cost Carrier) melakukan eleminasi layanan maskapai tradisional yaitu dengan pengurangan catering, minimize reservasi dgn bantuan teknologi IT sehingga layanan nampak sederhana dan bisa cepat. Pelayanan yang minimize ini berakibat dalam hal penurunan cost, namun factor safety tetap dijaga untuk menjamin keselamatan penumpang sampai ke tujuan. LCC adalah redifinisi bisnis penerbangan yang menyediakan harga tiket yang terjangkau serta layanan terbang yang minimalis. Intinya produk yang ditawarkan senantiasa berprinsip low cost untuk menekan dan mereduksi operasional cost sehingga bisa menjaring segmen pasar bawah yang lebih luas.
Awal mula low cost carrier dirintis oleh Maskapai Southwest yang didirikan Rollin King, Lamar Muse dan Herber Kelleher pada 1967. Efisiensi yang dilakukan mencakup mulai dari harga (murah), teknologi, struktur biaya, rute hingga berbagai peralatan operasional yang digunakan.

Keberhasilan Southwest kemudian diikuti oleh maskapai penerbangan lainnya seperti Vanguard, America West, Kiwi Air, Ryanair yang berdiri tahun 1990, Easyjet yang berdiri tahun 1995, Shuttle (anak Perusahaan United Airlines), MetroJet (anak perusahaan USAir) dan Delta Express (anak perusahaan Delta), Continental Lite (anak perusahaan Continental Airlines). Langkah Low cost carrier kemudian juga ditiru di Asia dengan munculnya Air Asia di tahun 2000 yang bermarkas di Malaysia, Virgin Blue di Australia, sedangkan di Indonesia kemudian berdiri Lion Air, dan Wings Air yang merupakan anak perusahaan Lion Air.
Umumnya, ciri-ciri maskapai tersebut menerapkan LCC(Low Cost Carrier) antara lain ;

  1. Semua penumpangnya adalah kelas ekonomi, tidak ada penerbangan kelas premium atau bisnis.
  2. Kapasitas penumpangnya lebih banyak daripada kapasitas pesawat dengan layanan tradisional sehingga terlihat penumpang berdesak-desakkan. Hal ini untuk menaikkan revenue pesawat mengingat tarif yang sangat murah.
  3. Maskapai tersebut memiliki satu tipe pesawat untuk memudahkan training dan meminimize biaya maintenance dan penyediaan spare part cadangan. Biasanya pesawatnya baru/ umurnya masih muda sehingga hemat dalam konsumsi fuel (avtur).
  4. Maskapai menerapkan pola tarif yang sangat sederhana pada satu tarif atau tarif sub classis dengan harga mulai dari tarif diskon hingga mencapai 90%.
  5. Tidak memberikan layanan catering, di pesawat umumnya hanya disuguhkan air mineral.
  6. Kursi yang disediakan tidak melalui pemesanan, siapa penumpang yang masuk lebih dahulu dalam pesawat, dia yang pertama memilih kursi yang dia tempati.
  7. Penerbangan dilakukan di pagi buta atau malam hari untuk menghindari biaya yang mahal pada layanan bandara pada saat jam-jam sibuk.
  8. Rute yang diterbangi sangat sederhana biasanya point ke point untuk menghindari miss conection di tempat transit dan dampak delay dari akibat delay flight sebelumnya.
  9. Memberlakukan penanganan gound handling yang cepat dan pesawatnya mempunyai utilisasi jam terbang yang tinggi.
  10. Maskapai melakukan penjualan langsung (direct sales), biasanya via call center dan internet untuk meminize cost channel distribusi. LCC tidak dijual melalui travel agent, dan tidak menggunakan Channel Distribusi GDS (Global Distribution System) seperti Abacus,Galileo, dll.
  11. Penjualan tidak menggunakan tiket konvensional, cukup secarik kertas berupa kupon untuk mereduksi ongkos cetak tiket.
  12. Seringkali maskapai melakukan ekspansi promosi besar-besar untuk memperkuat positioning dan komunikasi karena menerapkan strategi direct sales.
  13. Karyawannya melakukan multi role dalam pekerjaannya, seringkali pilot dan pramugari juga sebagai cleaning services saat ground handling. Disamping itu LCC menerapkan outsourching dan karyawan kontrak terhadap SDM non vital, termasuk pekerjaan ground handling pesawat di bandara.
Di Indonesia belum ada yang menerapkan pola bisnis LCC yang sejati, karena operasional cost maskapai yang dianggap LCC di Indonesia  seperti Lion Air dan Wings Air masih diatas rata-rata maskapai LCC pada umumnya. Banyak analis keuangan masih menyatakan bahwa cost per available seat mil masih berada di atas ambang standard operating cost dari suatu Low Cost Carrier yang sejati, namun meskipun price structure-nya sendiri sudah sesuai dengan konsep LCC sehingga mungkin akan lebih tepat disebut dengan Low Far Carrier (LFC) karena hanya menawarkan harga murah tetapi belum sepenuhnya mendukung prinsip-prinsip LCC  dimana struktur cost dan produktifitas maskapai masih tergolong mahal.Tetapi konsep LFC tentu sangat menguntungkan bagi calon konsumen, karena konsumen dihadapkan pada pilihan menggunakan transportasi udara yang berbiaya murah dan cepat.
Namun,Perkembangan bisnis penerbangan kedepannya masih menghadapi tantangan yang berat, mengingat harga avtur yang terus meningkat yang merupakan komponen biaya yang paling besar dalam total operating cost di bisnis penerbangan. Otomatis dengan biaya operasi yang makin meningkat, maskapai terpaksa  menaikkan tarif. Oleh karena itu, strategi bisnis LCC yang sejati yang secara aggresif mampu melakukan penghematan terhadap konsumsi fuel akan sangat sesuai diterapkan di Indonesia mengingat penumpang-penumpang Maskapai Penerbangan di Indonesia sangat sensitif terhadap harga, maka kecenderungannya penumpang akan memilih maskapai yang menawarkan harga murah, namun maskapai LCC tetap mendapatkan profit dari bisnisnya.

Referensi:
Share: