Jumat, 13 Juni 2014

Asas Konsesualime

Asas Konsensualisme

Konsensualisme berasal dari perkataan consensus yang berarti kesepakatan. Dengan kesepakatan dimaksudkan bahwa diantara pihak-pihak yang bersangkutan tercapai suatu persesuaian kehendak artinya apa yang dihendaki oleh yang satu adalah pula yang dikehendaki oleh yang lain. Kedua kehendak itu belum dalam sepakat tersebut. Tercapainya sepakat ini dinyatakan oleh kedua belah pihak dengan mengucapkan perkataan-perkataan misalnya setuju, oke, dan sebagainnya dengan bersama-sama menaruh tanda tangan dibawah pernyataan-pernyataan tertulis sebagai tanda bukti bahwa kedua belah pihak telah menyetujui segala apa yang tertera diatas tulisan itu.
sebagaimana diketahui hukum perjanjian dari B.W.  menganut asas konsensualisme artinya ialah: hukum perjanjian dari B.W. itu menganut suatu asas bahwa melahirkan suatu perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya consensus sebagaimana dimaksudkan diatas. Pada detik tersebut perjanjian sudah terjadi dan mengikat kedua belah pihak. Dari mana kita dapat ketahui atau kita simpulkan bahwa hukum perjanjian dalam B.W.  menganut asas konsensualisme itu? Asas tersebut dapat kita simpulkan dari pasal 1320, yaitu pasal yang mengatur tentang syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dan tidak dari pasal 1338 (1) seperti diajarkan oleh beberapa penulis. Bukankah oleh pasal 1338 (1) yang berbunyi: semua perjanjian dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya itu dimaksudkan untuk menyatakan tentang kekuatan perjanjian, yaitu kekuatan yang sama dengan suatu undang-undang. Kekuatan seperti itu diberikan kepada semua perjanjian yang dibuat secara sah itu? Jawaban diberikan oleh pasal1320 yang menyebutkan satu persatu syarat-syarat untuk perjanjian yang sah itu. Syarat-syarat itu adalah:
1)      Sepakat
2)      Kecakapan
3)      Hal tertentu
4)      Cuaca yang halal
Dengan hanya disebutkan sepakat saja tanpa dituntutnyasesuatu bentuk dan cara apapun, sepertinya tulisan, pemberiantanda atau panjer dan lain sebagainya, dapat kita simpulkan bahwa bilamana sudah tercapai sepakat itu, maka sahlah sudah perjanjian itu atau mengikatlah perjanjian itu atau berlakulah ia sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Sudah jelaslah bahwa kiranya asas konsensualisme itu harus kita simpulkan dari pasal 1320 dan bukunya dari pasal 1338 (1). Dari pasal yang terakhir ini lazimnya disimpulkan suatu asas lain dari hukum dari perjanjian B.W. yaitu adanya atau dianutnya system terbuka atau asas kebebasan berkontrak. Adanya cara menyimpulkannya ialah dengan jalan menekankan pada perkataan perjanjian. Dikatakan bahwa pasal 13 berdasarkan perjanjian sewa belinya itu, tetapi hanya akan merundingkan dengan pedagang itu. Menurut pasal 56 undang-undang kredit konsumen, dalam keadaan demikian ini pedagang itu diperlakukan sebagai agen dari kreditur, sehingga yang terakhir ini bertanggung jawab untuk perbuatan curang atau pernyataan-pernyataan oleh pedagang, dan jika langganan memberitahukan kepada pedagang itu tujuan barang yang diperlukannya, ini mengikat kreditur. Lagi pula pasal 75 dengan teeedelijke eis.
Dikatakan bahwa itu merupaka suatu puncak peningkatan martabat manusia yang tersimpul didalam pepatah een man een man, een word een word. Yang dimaksudkan adalah bahwa dengan diletakkannya kepercayaan pada perkataan orang, si orang ini ditingkatkan martabatnya setinggi-tingginya sebagai manusia. Memanglah benar apa yang dikatakan oleh Prof.Eggens itu, bahwa ketentuan bahwa orang harus dipegang perkataannya itu adalah suatu tuntutan kesusilaan, memang benar kalau orang ingin dihargaisebagai manusia ia harus dapat dipegang perkataannya atau ucapannya, namun bagi hukum yang ingin menyelenggarakan ketertiban dan menegakkan keadilan dalam masyarakat, asas konsensualisme itu merupakan suatu tuntutan kepastian hukum. Bahwa orang yang hidup dalam masyarakat yang teratur harus dapat dipegang perkataan dan ucapannnya itu merupakan suatu tuntutan kepastian hukum yang merupakan satusendi yang mutlakdari suatu tata hukum yang baik. Pasal 1338 (1) menyakatan bahwa perjanjian mengikat sebagai undang-undang tidak memberikan kriterium untuk apa yang dinamakannya perjanjian itu. Apakah perjanjian itu sudah cukup apabila sudah dicapai sepakat atau masih diperlukan syarat-syarat lain? Jawaban yang diberikan oleh pasal 1320: cukup apabila sudah tercapai sepakat. Inilah yang kita namakan konsensualisme.
Dengan demikian yang akan menjadi alat pengukur tentang tercapainya persesuaian kehendak tersebut adalah pernyataan-pernyataan yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak. Undang-undang berpangkal pada asas konsensualisme, namun untuk menilai apakah telah tercapai consensus dan ini adalah maha penting karena merupakan saat lahirnya perjanjian yang mengikat laksana suatu undang-undang, kita terpaksa berpijak pada pernyataan-pernyataan yang telah dialkukan oleh kedua belah pihak. Dan ini pula merupakan suatu tuntutan kepastian hukum. Bukankah dari ketentuan bahwa kita harus berpijak pada yang telah dinyatakan itu timbul perasaan aman pada setiap orang yang telah membuat suatu perjanjian bahwa ia tidak mungkin dituntut memenuhi kehendak pihak lawan yang tidak pernah dinyatakan kepadanya. Dan apabila timbul perselisihan tentang pakah terdapat consensus atau tidak yang berarti apakah telah dilahirkan suatu perjanjian atau tidak maka hakim atau pengadilanlah yang akan menetapkannya.
Zaman dimana untuk terjadinya suatu perjanjian sungguh-sungguh dituntut suatu perjumpaan kehendak sudah lampau. Setelah melewati pengalaman-pengalaman yang pahit (seperti dalam kasus terkenal antara weiler dan oenheim yang terjadi dimuka pengadilan dijeman), sekarang sudah dirasakan bahwa berpegang teguh pada tuntutan tersebut akan menjurus kearah ketidak pastian hukum, padahal diambilnya asas konsensualisme adalah justru untuk memenuhi tuntutan kepastian hukum. Tuntutan akan adanya sungguh-sungguh suatu perjumpaan kehendak, memang tidak dapat dipertahankan lagi dalam zaman modern sekarang ini diminta transaksi-transaksi yang besar lazimnya diadakan tanpa hadirnya para pihak berhadapan muka, tetapi lewat perantara-perantara.
Asas konsensualisme yang terkandung dalam pasal 1320 B.W. (kalau dihendaki : pasal 1320 dihubungkan dengan pasal 1338 ayat 1), tampak jelas pula dari perumusan-perumusan berbagai macam perjanjian. Kalau kita ambil perjanjian utama, yaitu jual beli, maka konsensualisme itu menonjol sekali dari perumusannya dalam pasal 1458 B.W. yang berbunyi:’’jual beli itu dianggap telah terjadi antara dua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang barang tersebut dan harganya, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harga belum dibayar.
Sistem Terbuka dan Asas Konsensualisme dalam Hukum Perjanjian
Hukum benda mempunyai sistem tertutup, sedangkan Hukum Perjanjian menganut sistem terbuka. Artinya macam-macam hak atas benda adalah terbatas dan peraturan-peraturan yang mengenai hak-hak atas benda itu bersifat memaksa, sedangkan Hukum Perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar Undang-Undang , ketertiban umum dan kesusilaan. 
Pasal-pasal dari Hukum Perjanjian merupakan apa yang dinamakan hukum pelengkap (optional law), yang berarti bahwa pasal-pasal itu boleh disingkirkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian. Mereka diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal Hukum Perjanjian dan diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian-perjanjian yang mereka adakan itu. Apabila pihak-pihak yang membuat perjanjian itu tidak mengatur sendiri sesuatu soal, maka berarti mengenai soal tersebut akan tunduk kepada Undang-undang. Karena itu hukum perjanjian disebut hukum pelengkap, karena fungsinya melengkapi perjanjian-perjanjian yang dibuat secara tidak lengkap.
Sistem terbuka, yang mengandung asas kebebasan membuat perjanjian, dalam KUHPer lazimnya disimpulkan dalam pasal 1338 ayat (1), yang berbunyi demikian:“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Penekanan pada perkataan semua menyatakan bahwa masyarakat diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja (atau tentang apa saja) dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu UU. 
Dalam hukum perjanjian berlaku asas konsensualisme. Perkataan ini berasal dari perkataan latin consensus yang berarti sepakat.
Arti asas konsensualisme adalah :
Pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan. Perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok walaupun belum ada perjanjian tertulisnya sebagai sesuatu formalitas. 
Asas konsensualisme tersebut lazimnya disimpulkan dari pasal 1320 KUHPer, yang berbunyi :
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 
·         Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
·         Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
·         Suatu hal tertentu;
·         Suatu sebab yang halal”
Karena suatu perjanjian lahir pada detik tercapainya kesepakatan,maka perjanjian itu lahir pada detik diterimanya suatu penawaran (offerte). Menurut ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan penawaran (offerte) menerima jawaban yang termaktub dalam surat tersebut, sebab detik itulah yang dapat dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan. Karena perjanjian sudah lahir maka tak dapat lagi ia ditarik kembali jika tidak seizin pihak lawan. 
Pengecualian terhadap asas konsensualisme yaitu :
·         Penetapan formalitas-formalitas tertentu untuk beberapa macam perjanjian, atas ancaman batalnya perjanjian tersebut apabila tidak menuruti bentuk cara yang dimaksud, misalnya: 
·         Perjanjian penghibahan, jika mengenai benda tak bergerak harus dilakukan dengan akta notaris. 
·         Perjanjian perdamaian harus dilakukan secara tertulis, dan lain sebagainya. Perjanjian yang memerlukan formalitas tertentu dinamakan perjanjian formil.

Referensi :

www.legalakses.com : Asas-asas perjanjian
www.blogprinsip.blogspot.com : Sistem terbuka dan asas konsesualisme dalam hukum perjanjian
Share:

0 komentar:

Posting Komentar